Korindo Group bekerja sama dengan Forest For Life Indonesia (FFLI) dalam membangun tempat pengolahan sampah organik dengan menggunakan teknik Bio-Conversion BSF (Black Soldier Fly/ Lalat Tentara Hitam) yang berlokasi di rest area Cibubur Square, Jakarta.
Untuk mendukung penuh inkubasi proyek Pengolahan Sampah Organik Bio–Conversion ini, Korindo memberikan bantuan hibah dana kepada FFLI untuk melaksanakan proyek pengolahan sampah tersebut.
Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua belah pihak dilakukan pada Senin (13/6).
“Semua keperluan program sudah disiapkan, baik dari segi lokasi hingga ketersediaan limbah organik yang akan diolah dan diurai. Nantinya lokasi tersebut akan menjadi rest area pertama di dunia yang memiliki Bio–Conversion Organic,” tutur Sekjen Yayasan Korindo Seo Jeongsik.
Melalui konsep circular-economy atau berpedoman pada prinsip mengurangi sampah dan memaksimalkan sumber daya yang ada.
Bio–Conversion Organic menggunakan lalat tentara hitam berpotensi membuat prospek ekonomi baru, dengan mengubah sampah organik menjadi pupuk dan protein.
“Kami berkomitmen dengan hibah yang diperoleh dari Korindo ini dapat lebih membantu kita dalam memajukan masyarakat. Selain itu, hal ini juga akan meyakinkan mereka bahwa Bio-Conversion Organic merupakan cara paling murah yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah sampah,” kata Ketua FFLI Hadi Pasaribu.
Proyek Bio–Conversion Organic dengan menggunakan Lalat Tentara Hitam yang berlokasi di rest area Cibubur Square merupakan proyek kedua yang dijalankan Yayasan Korindo bersama dengan FFLI.
Sebelumnya pada tahun 2018, Korindo Group dan FFLI juga telah membangun pengelolaan sampah organik serupa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Hingga saat ini, baik FFLI dan Korindo Group masih tetap memantau perkembangan proyek Bio-Conversion Organic di Lombok.
Maka tak heran jika proyek ini dijadikan salah satu prototype penanganan sampah di pulau yang berjuluk “Pulau Seribu Masjid”.
“Apa yang kami kembangkan saat ini telah menjadi prototype untuk pengembangan penanganan sampah di Lombok. Bahkan, Pemerintah NTB telah secara khusus membentuk struktur organisasi berupa UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) untuk pengolahan sampah,” sebut Hadi.
Untuk diketahui, Bio–Conversion Organic dengan menggunakan Lalat Tentara Hitam relatif aman bagi lingkungan.
Dari sekitar 800 jenis yang ada di muka bumi, Lalat Tentara Hitam merupakan jenis yang paling berbeda, karena tidak bersifat patogen atau membawa agen penyakit.
Siklus hidup lalat jenis ini total hanya 40-45 hari, mulai dari telur sampai ke lalat dewasa. Seekor lalat betina biasanya menghasilkan 500-900 butir telur. Untuk 1 gram telur, akan mampu menghasilkan 3-4 kg maggot atau larva.
Pada fase inilah larva mengurai sampah-sampah organik. Setelah larva optimal mengurai sampah organik, larva-larva itu bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, seperti ikan atau ayam.
Larva Lalat Tentara Hitam kaya akan asam amino dan protein sebesar 40 persen.
Sumber: rm.id | korindogroup_pr